KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun makalah yang kami buat ini berjudul “Mahasiswa sebgai Bumbu Tegaknya Reformasi”
Adapun isi
dari makalah ini adalah tentang bagaimana peran mahasiswa da;am tegaknya reformasi. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Sosial.
Dalam penyusunan makalah
ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan
dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.
Indralaya, November 2012
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................
1
DAFTAR
ISI................................................................................................ 2
BAB
1 PENDAHULUAN.......................................................................... 3
1.1
Latar belakang.............................................................................. 3
1.2
Rumusan masalah......................................................................... 4
1.3
Tujuan penulisan........................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................ 5
2.1 Keadaan ekonomi politik sebelum tegaknya
reformasi................ 5
2.2 Gerakan mahasiswa Indonesia pada tahun
1998......................... 6
2.3 Gerakan mahasiswa di Palembang.............................................. 18
2.4 Munculnya era reformasi............................................................. 22
2.5 Keadaan Indonesia setelah runtuhnya rezim
orde baru.............. 24
BAB III PENUTUP................................................................................... 28
3.1...... Kesimpulan.................................................................................. 28
3.2...... Kritik
dan Saran.......................................................................... 29
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sejarah demokrasi tidak terlepas dari peristiwa tahun 1998 yaitu pergolakan
mahasiswa terhadap pemerintahan Suharto yang penuh dengan rekayasa politik dan
pengekangan terhadap rakyat Indonesia untuk kritis terhadap pemerintah.
Pergolakan yang melibatkan mahasiswa
sebagai basis utama pergerakan dalam jumlah besar, membawa harapan baru
bagi bangsa Indonesia akan terciptanya kehidupan yang demokratis. Peralihan
orde baru ke era reformasi ini membawa perubahan besar bagi kehidupan bangsa
dan Negara Indonesia.
Kini telah 14 tahun reformasi bergulir, merubah kondisi social politik
dinegara ini, sistem pemilu sudah berubah sangat drastis, jika dulu lembaga
legislatif hanyalah sebagai lembaga stempel dari kebijakan pemerintahan.DPR
yang dipilih pada masa pemerintahan orde baru sudah dapat ditebak, segala
aspirasi dan kritik oleh rakyat kepada pemerintah bisa diutarakan dengan
gamblang, kehidupan demokrasi dijunjung tinggi.
Perubahan besar yang dialami oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari
peran mahasiswa sebagai “Creator Of Change”. Sejak awal sebelum Negara
ini merdeka, terbukti golongan mahasiswalah yang sangat berperan dalam
kemerdekaan indonesia, hal ini dibuktikan dengan peran aktif para cendikiawan
muda bangsa Indonesia yang mencetuskan ide-ide sebagai sumbangsih untuk
membangun dan memerdekakan Indonesia. Berdirinya organisasi pergerakan baik
dalam atau luar negeri, media-media cetak penghembus angin nasionalisme, dan
sumpah pemuda menjadi bukti eksistensi mereka. Idealisme
yang tinggi dalam diri mahasiswa saat itu mengobarkan semangat untuk peduli
terhadap kemajuan bangsa.Kepedulian mereka yang begitu besar terhadap Negara
ini, membuat mahasiswasecara sukarela memberikan sumbangsi pikiran dan tenaga
mereka untuk perubahan bangsa.
Dalam kehidupan bermasyarakat, mahasiswa menjadi suatu komunitas unik yang
khas, bahkan ada yang mengatakan sebagai suatu yang aneh.Mengapa demikian?
Karena mahasiswa secara historis telah mencatatkan kaki dalam sejarah
perubahan, menjadi garda terdepan, dan motor penggerak perubahan. Komunitas
mahasiswa dikenal dengan jiwa militannya dan pengorbanan yang tak kenal lelah
mempertahankan idealismenya, yang lebih substansial lagi, mahasiswa mampu
berada sedikit di atas kelas masyarakat karena dengan kesempatan dan kelebihan
yang dimilikinya.
Kini di kala iklim demokrasi mulai menaungi Indonesia, bukan berarti tugas
mahasiswa berakhir. Malah di sinilah peranan mahasiswa sangat diperlukan dalam
mengawal berjalannya praktik berdemokrasi yang ideal.Jika kita asosiasikan,
peranan mahasiswa layaknya elang penjaga langit demokrasi. Mampu terbang tinggi
di angkasa namun tetap menatap tajam ke bumi. Tak ada yang luput dari mata
elang yang tajam, bahkan sewaktu-waktu ia dapat menukik cepat dan tepat
sasaran. Seperti itu
pula mahasiswa di era reformasi ini.Keadaan dimana pemerintahan telah ditata
dengan perangkat hukum yang demokratis, mahasiswa harus berada di garda
terdepan dalam fungsinya sebagai kontrol sosial.Terbang tinggi ke angkasa, jauh
dari dunia pemerintahan. Soe Hok Gie pun mencatat dalam buku hariannya, seorang
aktivis mahasiswa yang serta merta dimasukan dalam kekuasaan, idealismenya akan
luntur dan tak beda adanya dengan para pemegang kekuasaan. Sebagai insan yang
memiliki prinsip ideal, sudah seyogyanya mahasiswa berada jauh-jauh dari
rangkulan kekuasaan.Dalam taraf ini, mahasiswa perlu menjaga jarak, namun tetap
mengawasi gerak-gerik pemerintah dengan penglihatan yang super tajam.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran mahasiswa pada
proses penegakkan reformasi ?
2.
Bagaimana mahasiswa dapat menumbangkan rezim orde baru ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui peran mahasiswa pada proses penegakkan reformasi
?
2.
Untuk memahami agaimana mahasiswa dapat menumbangkan rezim
orde baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
Peran Mahasiswa
pada Penegakkan Reformasi
2.1 Keadaan ekonomi dan politik di
Indonesia sebelum tegaknya Reformasi
Dikatakan M.C Ricklefs (2005:649) bahwa
negara Indonesia memiliki hutang jangka pendek yang berkisar US$ 30-40 milyar
pada tahun 1997. Badai kekeringan El-nino juga mengurangi produksi beras di
wilayah Indonesia hingga 10% pada tahun 1997-1998, dan kebakaran hutan,
terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan, hal ini menambah sulitnya
mendapatkan beras yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat
Indonesia.
Krisis
Asia di Thailand membuat rupiah yang berada di kisaran Rp 2.500/US$, akan
tetapi nilai rupiah mulai melemah pada bulan juli 1997. Dalam pertemuan CGI
(Consulvative Group on Indonesia) di Tokyo pada tanggal 21 Juli 1997, Negara
Indonesia diberi hutang lagi sebesar 5,3 milyar USD. Total hutang ini yaitu
lebih dari 115 milyar USD. Pada tanggal 1 Juli 1997, nilai tukar dolar AS masih
sekitar Rp 2.450, Bank Indonesia mengahbiskan hampir 1 milyar USD agar rupiah
tidak semakin melemah, namun karena nilai ekspor semakin banyak jadi nilai
rupiah semakin melemah yang akibatnya nilai rupiah hampir mendekati Rp
3.000/US$.
Pada oktober 1997, pemerintah
Indonesia meminta bantuan dari IMF untuk memberikan pinjaman sebesar 10-15
milyar USD yang digunakan untuk memperkuat cadangan devisa dan restrukturisasi
ekonomi. Perjanjian dengan IMF tersebut mengakibatkan ditutupnya 16 bank. Dan
sebagian besar perusahaan di Indonesia gulung tikar banyak pekerja yang
diberhentikan. Pada januari 1998 nilai tukar rupiah semakin melemah yaitu Rp
1600/ dolar AS
Dari krisis ekonomi yang terjadi
itulah memunculkan keprihatinan para mahasiswa dari berbagai daerah, banyak
mahasiswa yang melakukan mimbar bebas di dalam kampus masing-masing. Pada
februari 1998, unjuk rasa mahasiswa semakin meningkat akibat krisis moneter dan
keuangan, mahasiswa juga menolak pencalonan Soeharto menjadi Presiden untuk yang
ketujuh kali, mahasiswa menuntut adanya reformasi.
2.2 Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998
Pergerakan
mahasiswa dapat dibedakan menjadi empat periode. Periodisasi ini dibuat dengan
mendasarkan pada momen-momen penting dalam gerakan mahasiswa tahun 1998 yaitu :
tanggal Sidang Umum MPR 1-11 Maret 1998, Insiden berdarah Universitas Trisakti
12 Mei dan mundurnya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998.
Periode
pertama, adalah periode sebelum 1 Maret
1998. Pada awal periode itu, isu yang ditampilkan belumlah menyangkut substansi
reformasi melainkan sebatas pada kondisi aktual saat itu seperti: kelaparan di
Irian Jaya, kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, menuntut pemerintah
untuk menurunkan harga-harga barang, dan menindak penimbun sembilan bahan pokok
(sembako). Contohnya adalah aksi 150 mahasiswa
Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan mimbar bebas di kampus
Baranangsiang pada hari Rabu, 3 Desember 1997 dengan poster-poster yang
dipajang bertuliskan: Berantas Korupsi dan Kolusi, Tindak Tegas Mega Koruptor
di BI, Tindak Tegas Pembakaran Hutan, Tindak Tegas Aborsi Sampai ke
Akar-akarnya. Pada hari Senin 12 Januari 1998 sebanyak 24 orang mahasiswa IPB
Bogor mendatangi balaikota Bogor dengan mempermasalahkan merebakknya
gambar-gambar porno yang terpasang disejumlah bioskop dan maraknya praktik
prostitusi di beberapa tempat di wilayah Bogor. Aksi-aksi demo tersebut
bersifat lokal sporadis dan belum memiliki dampak berantai kepada
mahasiswa-mahasiswa lainnya, baik yang dari satu perguruan tinggi ataupun ke
perguruan tinggi lainnya. Di samping jumlah partisipan yang cenderung terdiri
atas sebagian kecil mahasiswa dari satu perguruan tinggi, aksi-aksi ini belum
memiliki sebuah kerangka dan agenda aksi yang terjadwal.
Beberapa mahasiswa juga melakukan aksi mogok makan
seperti 2 orang mahasiswa Universitas Parahiyangan, 6 mahasiswa di UGM, 7
mahasiswa di Universitas Airlangga pada awal Maret. Aksi-aksi mahasiswa yang
mogok makan ditunjukkan dengan menutup mulut mereka dengan masker/uang sebagai
sindiran terhadap peserta SU MPR. Menjelang berakhirnya SU MPR yang dimunculkan
beberapa kampus seperti di UNAIR adalah permintaan agar kebinet mendatang
bersih, jujur, tulus, tidak sektarian, mengacu kepada kepentingan rakyat,
reformasi total, mengatasi pengangguran dan korupsi.
Periode
kedua, adalah 12 Maret 1998-12 Mei 1998.
setelah sempat reda selama hampir satu minggu, mahasiswa kembali melakukan
demonstrasi. Isi-isu yang dimunculkan pada periode ini berkenaan dengan
kredibelnya kabinet Pembangunan VII karena dinilai sarat dengan nepotisme dan
koncoisme. Periode ini juga ditandai dengan kejenuhan mahasiswa dalam melakukan
aksi di dalam kampus. Keinginan mahasiswa untuk berdemonstrasi di luar kampus
sudah tentu memicu bentrokan dengan aparat keamanan. Salah satu demonstrasi
mahasiswa terbesar pada periode ini terjadi di kampus Universitas Sumatera
Utara (USU) Medan yang menyebabkan diliburkannya kampus dari kegiatan akademik
sejak 29 April hingga 7 Mei 1998. Aksi ini sempat disebut sebagai aksi yang
paling beringas yang melibatkan aksi saling melempar batu antara mahasiswa dan
aparat, penembakan gas air mata, pembakaran 2 motor aparat keamanan dan lain
sebagainya. Dalam periode ini isu-isu lain yang muncul adalah mengenai dialog
yang diprakarsai oleh ABRI dan peristiwa penculikan para aktivis. Sebagaian
besar mahasiswa dari perguruan tinggi yang telah mapan seperti UGM, UI, IKIP
Bandung, IAIN, dan Unpad tidak hadir dalam dialog tersebut. Hal ini disebabkan
karena :
ABRI selama ini adalah alat dari kekuasaan ORBA
sementara sebagaian besar mahasiswa Indonesia telah menolak dan menganggap
bahwa ORBA telah kehilangan kredibilitasnya untuk memimpin sebuah negara. Jika
mereka melakukan dialog berarti mereka masih mengakui adanya ORBA.
ABRI adalah instumen negara dimana selama ini selalu
tunduk dan patuh kepada Presiden Soeharto selaku panglima tertinggi ABRI.
Mahasiswa berkeyakinan bahwa ABRI tidak akan dapat menindaklanjuti keinginan masyarakat
yang disuarakan oleh mahasiswa jika hasil dari dialog tersebut akan menyinggung
perasaan Soeharto. Menjelang akhir periode ini yaitu mendekati insiden Trisakti
12 Mei 1998 mahasiswa melontarkan isu lebih jauh lagi mengenai pembubaran
kabinet karena dianggap tidak dapat menyelesaikan Krisis Ekonomi serta menuntut
dilakukanya Sidang Istimewa MPR .
Periode
ketiga, periode ini ditandai dengan terjadinya peristiwa insiden Trisakti tanggal
12 Mei 1998, dimana ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi menolak
pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang telah
terpilih berulang kali sejak awal Orde Baru. Mereka juga menuntut pemulihan
keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997. Mahasiswa
bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi
mereka dihadang oleh aparat kepolisian yang mengharuskan mereka kembali ke
kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti.
Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa
Trisakti meninggal dunia dan puluhan orang lainnya baik mahasiswa dan
masyarakat masuk rumah sakit karena terluka. Sepanjang malam tanggal 12 Mei
1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan pengerusakan di daerah
Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan
tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa.
Berikut rentang waktu tragedi trisakti
- 10.30 -10.45
- Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan gedung M (Gedung Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan. Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.
- 10.45-11.00
- Aksi mimbar bebas dimulai dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.
- 11.00-12.25
- Aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.
- 12.25-12.30
- Massa mulai memanas yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.
- 12.30-12.40
- Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke jalan.
- 12.40-12.50
- Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar.
- 12.50-13.00
- Long march mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Walikota Jakarta Barat oleh barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan.
- 13.00-13.20
- Barisan satgas terdepan menahan massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakapolres Jakarta Barat). Sementara negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai bergabung di samping long march.
- 13.20-13.30
- Tim negoisasi kembali dan menjelaskan hasil negoisasi di mana long march tidak diperbolehkan dengan alasan oleh kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Dilain pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas) sejumlah 4 truk.
- 13.30-14.00
- Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.
- 14.00-16.45
- Negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.
- Polisi memasang police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.
- 16.45-16.55
- Wakil mahasiswa mengumumkan hasil negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya massa menolak tapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE dan Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH, serta ketua SMUT massa mau bergerak mundur.
- 16.55-17.00
- Diadakan pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib. Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.
- Mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba seorang oknum yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang menyamar.
- 17.00-17.05
- Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.
- 17.05-18.30
- Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa Usakti.
- Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada di antara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua peluru karet dipinggang sebelah kanan.
- Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.
- Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
- Aparat terus menembaki dari luar. Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.
- 18.30-19.00
- Tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju RS.
- 19.00-19.30
- Rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi.
- 19.30-20.00
- Setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar dari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing- masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman.
- 20.00-23.25
- Walau masih dalam keadaan ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
- Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke lokasi
- 01.30
- Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo, dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.
Periode ini juga ditandai oleh gerakan mahasiswa
dengan menduduki Gedung DPR/MPR sejak tanggal 18 Mei sampai dengan 22 Mei 1998.
Dalam keadaan yang mulai terkendali setelah mencekam selama beberapa hari sejak
tertembaknya mahasiswa Trisakti dan terjadinya kerusuhan besar di Indonesia,
tanggal 18 Mei 1998 hari Senin siang, ribuan mahasiswa berkumpul di depan
gedung DPR/MPR dan dihadang oleh tentara yang bersenjata lengkap, bukan lagi
aparat kepolisian. Tuntutan mereka yang utama adalah pengusutan penembakan
mahasiswa Trisakti, penolakan terhadap penunjukan Soeharto sebagai Presiden kembali,
pembubaran DPR/MPR 1998, pembentukan pemerintahan baru, dan memulihkan ekonomi
secepatnya.
Kedatangan ribuan mahasiwa ke gedung DPR/MPR saat itu
begitu menegangkan dan nyaris terjadi insiden. Suatu saat tentara yang berada
di depan gedung atas tangga sempat menembakan senjata mereka sehingga membuat
panik para wartawan yang segera menyingkir dari arena demonstrasi. Mahasiswa
ternyata tidak panik dan tidak terpancing untuk melarikan diri sehingga tentara
tidak dapat memukul mundur mahasiswa dari Gedung DPR/MPR. Akhirnya mahasiswa
melakukan pembicaraan dengan pihak keamanan selanjutnya membubarkan diri pada
sore hari dan pulang dengan menumpang bus umum.
Keesokan harinya mahasiswa yang mendatangi gedung DPR/MPR semakin banyak
dan lebih dari itu mereka berhasil menginap dan menduduki gedung itu selama
beberapa hari. Keberhasilan meduduki gedung DPR/MPR mengundang semakin
banyaknya mahasiswa dari luar Jakarta untuk datang dan turut menginap di gedung
tersebut. Mereka mau menunjukkan kalau reformasi itu bukan hanya milik Jakarta
tapi milik semua orang Indonesia.
Periode
keempat, Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang menghendaki dia
tidak menjadi Presiden lagi, namun tampaknya tak semudah itu reformasi
dimenangkan oleh rakyat Indonesia karena ia meninggalkan kursi kepresidenan
dengan menyerahkan secara sepihak tampuk kedaulatan rakyat begitu saja kepada
Habibie. Ini mengundang perdebatan hukum dan penolakan dari masyarakat. Bahkan
dengan tegas sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa Habibie bukan Presiden
Indonesia. Mereka tetap bertahan di gedung DPR/MPR sampai akhirnya diserbu oleh
tentara dan semua mahasiswa digusur dan diungsikan ke kampus-kampus terdekat.
Paling banyak yang menampung mahasiswa pada saat evakuasi tersebut adalah
kampus Atmajaya Jakarta yang terletak di Semanggi.
Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang
Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda
pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka
tidak mengakui pemerintahan ini dan mereka mendesak pula untuk menyingkirkan
militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru.
Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998
dan juga menentang Dwifungsi ABRI/TNI karena Dwifungsi inilah salah satu
penyebab bangsa ini tak pernah bisa maju sebagaimana mestinya. Benar memang ada
kemajuan, tapi bisa lebih maju dari yang sudah berlalu, jadi boleh dikatakan
kita diperlambat maju. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat
bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di
Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat
perhatian sangat besar dari dunia internasional terlebih lagi nasional. Hampir
seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa
tersebut, diliburkan untuk mecegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan
oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas
masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi
mahasiswa. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung,
mereka sangat berani dan jika perlu mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi
Indonesia baru.
Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa,
masyarakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah,
Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena
dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa
(pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa).
Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali di daerah Slipi dan puluhan
mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka
berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia.
Esok harinya Jum'at tanggal 13 November 1998 ternyata
banyak mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi
dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di depan kampus
Atmajaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari
dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju
mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari
dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis
baja.
Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung
diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja
bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara
mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan
membabibuta oleh aparat dan saat di jalan itu juga sudah ada mahasiswa yang
tertembak dan meninggal seketika di jalan. Ia adalah Teddy Wardhani Kusuma,
merupakan korban meninggal pertama di hari itu. Mahasiswa terpaksa lari ke
kampus Atmajaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan dan masyarakat yang
terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya
adalah Bernadus R Norma Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atmajaya, Jakarta,
tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka
di pelataran parkir kampus Atmajaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai
pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di
kawasan Semanggi dan saat itu juga semakin banyak korban berjatuhan baik yang
meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang
ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata.
Sangat dahsyat peristiwa itu hingga jumlah korban yang meninggal mencapai 15
orang, 7 mahasiswa dan 8 masyarakat. Indonesia kembali membara tapi kali ini
tidak menimbulkan kerusuhan.
Anggota-anggota dewan yang bersidang istimewa dan
tokoh-tokoh politik saat itu tidak peduli dan tidak menganggap penting suara
dan pengorbanan masyarakat ataupun mahasiswa, jika tidak mau dikatakan
meninggalkan masyarakat dan mahasiswa berjuang sendirian saat itu. Peristiwa
itu dianggap sebagai hal lumrah dan biasa untuk biaya demokrasi. "Itulah
yang harus dibayar mahasiswa kalau berani melawan tentara". Betapa
menyakitkan perlakuan mereka kepada masyarakat dan mahasiswa korban peristiwa
ini. Kami tidak akan melupakannya, bukan karena kami tak bisa memaafkan, tapi
karena kami akhirnya sadar bahwa kami memiliki tujuan yang berbeda dengan
mereka. Kami bertujuan memajukan Indonesia sedangkan mereka bertujuan memajukan
diri sendiri dan keluarga masing-masing.
2.3 Gerakan
Mahasiswa di Palembang
Sama halnya dengan para mahasiswa yang ada didaerah-daerah yang ada di
Indonesia. Mahasiswa yang ada di Palembang juga merasa prihatin terhadap
keadaan ekonomi dan pemerintahan yang semakin memburuk. Mereka menuntut adanya
reformasi total yang damai. Para mahasiswa di Kota Palembang membuat forum
mahasiswa Sumatera Selatan (Formass), yang anggotanya yaitu UnNanti, AMIK
SIGMA, IAIN Raden Fatah, STIE Musi, STKIP PGRI, UnPal, STMIK Bina Darma, UIBA,
ST Teknik Musi, Akper Depkes, Akademi Bahasa Asing Methodist. Mereka melakukan
aksi mimbar bebas dan turun ke jalan. Selain Formass juga ada Forum Senat
Mahasiswa (Forsemas) yang beranggotakan antara lain, UIBA, UNSRI, IAIN Raden
Fatah, STIE Bina Darma, Unanti, Aprin, dan STIE Musi, forum ini juga menuntut
reofrmasi total di Indonesia. Aktifitas dari Formass dan Forsemas adalah mereka
mengadakan berbagai mimbar bebas naik didalam kampus mereka sendiri maupun
diluar kampus.
Pada tanggal 9 maret 1998,
30 orang mahasiswa dari 7 fakultas di UNSRI mngadakan mimbar bebas, mereka menuntut
pemerintahan menurunkan harga sembilan bahan pokok dan menuntut kesejahteraan
Mahasiswa. Selanjutnya pada tanggal 12 maret 1998 2.000 orang mahasiswa dari
delapan fakultas di UNSRI melakukan mimbar bebas kembali yang bertema
“Mahasiswa Unsri untuk Kemajuan Tanah Air” menuntut pemerintah memberantas
Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), menurunkan harga sembako, reformasi politik,
dan reformasi ekonomi.
Pada tanggal 30 April, ratusan
orang mahasiswa STIE dan STMIK Bina Darma mengadakan mimbar bebas di halaman
kampus mereka, yang diikuti oleh beberapa mahasiswa dari perguruan tinggi lain
seperti Unsri, Tridinati, Muhammadiyah, IAIN, Sekolah Tinggi, Stihpada, dan
STIE Aprin. Yang menuntut MPR segera melaksanakan sidang istimewa dengan agenda
pembatasan jabatan presiden paling lama 2 periode, kembalikan kedaulatan
rakyat, redefenisi peran aparat, turunkan harga bahan pokok yang menyengsarakan
rakyat, cabut lima paket UU politik, dan hapuskan praktik-praktik korupsi,
kolusi, nepotisme.
Pada 2 mei 1998, para
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi mendatangi DPRD Sumsel, dan melakukan
mimbar bebas yang dimulai pada jam 10.30. perwakilan mahasiswa menemui pimpinan
DPRD, para mahasiswa menyampaikan pernyataan sikap kepada pemimpin DPRD Sumsel,
pernyataan itu disebut deklarasi Palembang yang berisi empat tuntutan yaitu
turunkan harga barang, laksanakan sidang umum istimewa, cabut produk hukum yang
tidak relevan lagi, dan usut kasus pendulikan beberapa aktivis. Setelah
menyampaikan pernyataan tersebut, seluruh mahasiswa meninggalkan gedung dewan
sekitar jam 12.30 WIB.
Pada tanggal 5 mei 1998,
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi mendatangi gubernur Sumsel H Ramli
Hasan Basri di kantornya. Dan seorang mahasiswa Unsri membacakan “Sumpah
Mahasiswa Indonesia”.
Puncak dari segala
aspirasi mahasiswa palembang yaitu pada 13 mei 1998, yaitu mahassiswa
menyampaikan sikap menuntut reformasi dan belasungkawa terhadap meninggalnya
empat mahasiswa Universitas Trisakti. Yang proses unjuk rasanya mendapat
pengawalan dari aparat keamanan dan terdiri dari ribuan mahasiswa dari berbagai
universitas. Saat para mahasiswa meminta untuk bertemu dengan pimpinan dewan,
pimpinan dewan sedang mengikuti rapat dengan Pangdam Muspida, pihak DPRD
meminta mahasiswa untuk berbicara dengan perwakilan DPRD naun mahasiswa
menolak. Akibatnya para mahasiswa berusaha masuk ke gedung dewan, namun
dihalangi oleh petugas keamanan. Kemudian terjadi lemparan batu ke arah petugas
yang tidak diketahui siapa yang melemparnya, peristiwa ini membuat bentrokan
fisik hampir terjadi.
Para mahasiswa kemudian
menggelar mimbar bebas dibawah tangga utama bagian depan gedung dewan sekitar
jam 11.00 WIB, kegaduhan mulai terjadi di sayap kiri tangga utama, puluhan mahasiswa
mengejar seseorang yang telah merekam aksi mahasiswa menggunakan handicam.
Beberapa koordinator aksi tersebut meminta untuk memberi rekaman tersebut namun
tidak diberikan. Akibatnya membuat mahasiswa marah, mereka melempari kaca,
merusak lampu taman, tanaman-tanaman hias dirobohkan, dan digunakan untuk
menghancurkan kaca.
Jam 12.00 WIB ribuan
mahasiswa melempari gedung dewan, padahal saat itu perwakilan mahasiswa seluruh
perguruan tinggi sedang bertemu dengan anggota dewan, perwakilan mahasiswa menyampaikan
pernyataan sikap, setelah selesai mereka bergabung dengan rekan-rekannya.
Sekitar jam 13.00 ribuan mahasiswa meninggalkan gedung DPRD Sumsel, mereka juga
merusak pintu gerbang gedung dewan. Ribuan orang mahasiswa terpecah di antara
mereka melanjutkan perjalanan ke kantor Gubernur, sebagian besar ke
Internasional Plaza, dan para mahasiswi kembali ke kampus masing-masing.
Ketika dalam perjalanan ke
IP, mereka melewat Jl. Radial dan Jl.
Letkol Iskandar, puluhan rumah dan toko dilempari dengan batu, sehingga banyak
kaca-kaca ruko yang pecah, mahasiswa melakukan berbagai pengrusakan di
jalan-jalan. Dan ketika tiba di pusat perbelanjaan IP mereka juga melempari
toko-toko yang berada dilantai dasar IP. Akhirnya petugas keamanan datang dan
melakukan operasi sapu bersih yang berlangsung selama 12 menit dan mahasiswa
pun berlarian, mahasiswa yang terjebak didepan toko diangkut dengan dua truk ke
Mapoltabes, sedangkan korban luka dibawa kerumah sakit. Kejadian ini
menyebabkan keadaan lalulintas macet total. Setelah aksi pengrusakkan di IP
dibubarkan, mahasiswa kembali melakukan pengrusakan di jalan letkol Iskandar.
Tokok-toko yang menjadi sasaran utama mahasiswa adalah toko milik warga Tiong
hoa sehingga banyak warga Tiong hoa yang meninggalkan rumahnya untuk meminta
perlindungan pada warga pribumi yang berada didekatnya.
Kerusuhan dan pengrusakan
yang terjadi di kota Palembang ini akhirnya berakhir saat tuntutan mereka telah
terpenuhi yaitu pada hari Sabtu, 16 Mei 1998 Menteri Pertambangan dan Energi
Kountoro Mangkusubroto mengumumkan penurunan harga BBM yang akan berlaku
tanggal 16 Mei 1998 jam 00.00 WIB, sedangkan penurunan tarif listrik
diberlakukan pada agustus dan november
2.4 Munculnya Era Reformasi
Era reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, tepatnya
pada saat presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi
mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. B. J. Habibie yang menjadi Wakil
Presiden dan sebelumya menjabat sebagai Mentri Riset dan Teknologi,
menggantikannya sebagai Presiden baru. Jatuhnya pilihan kepada B. J. Habibie
merupakan suatu hal yang kontroversial. Habibie sesungguhya mewarisi suatu
pemerintahan yang mengalami kerusakan total serta bersifat multidimensioal baik
dalam segi moniter, ekonomi, sosila, politik, dan juga mental (Amin Rais, 1998:
29). Proyek kebanggaan Habibie, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)
masalnya, sering menjadi sasaran kritik karena diduga telah menyalahgunakan
anggaran negara (Hikam, Muhamad, 1999: 71). Pemerinthan Soeharto semakin
disorot setelah tragedi Triaakti pada tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian memicu
kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswapun meluas hampir
diseluruh Indonesia. Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri,
Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Pada tanggal 21 Mei 1998 tepatnya pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya dan kemudian mengucapkan terimakasih serta mohon maaf
kepada seluruh rakyat. Masa reformasi baru terlaksana
ketika Indonesia setelah pemerintahan Soeharto. Dimana B. J. Habibie sebagai
presiden Indonesia yang ketiga, memperkenalkan suatu reformasi yang menjanjikan
suatu masyarakat yang lebih demokratis, adil, dan terbuka. Kemudian beberapa
langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisme parpol, pemberian
kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Ketika
Habibie menggantikan mentornya Soeharto sebagai presiden pada tanggal 21 Mei
1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya.
Isu-isu itu adalah pertama masa depan reformasi; kedua masa depan ABRI;
ketiga masa depan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Indonesia;
empat masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya, dan kroni-kroninya; dan
yang kelima masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Tujuh belas bulan
kemudian, isu pertama menunjukkan perkembangan positif, isu kedua mengarah
kepada pengurangan peranan militer dalam bidang politik, isu ketiga telah
terselesaikan dalam konteks Timor-Timur dan tidak dalam konteks daerah lain, isu
keempat belum terselesaikan dan isu kelima tetap tidak terpecahkan. Dalam
perkembangan masa pemerintahan B. J. Habibie, dimana keengganan untuk mengadili
Soeharto, kelambatan investigasi kasus menghilangnya aktivis-aktivis politik,
kasus Trisakti, kerusuhan Mei 1998, dan kegagalan Habibie mencapai pertumbuhan
ekonomi yang pesat, harapan yang sebetulnya tidak realistis, menimbulkan
tuntutan diadakannya sidang istimewa MPR untuk memberhentikan Habibie dan untuk
memilih kepemimpinan nasional yang baru.
2.5 Setelah
Runtuhnya Rezim Orde Baru
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto,
banyak mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, baik
dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial. Hal ini dapat dilihat dari
munculnya era reformasi yang mengalami perubahan-perubahan seperti berikut ini:
Dalam Bidang Ekonomi
Dalam Bidang Ekonomi
Dalam perdebatan-perdebatan mengenai ekonomi, sering diperdebatkan apakah
ekonomi menjadi prasyarat keamanan ataukah sebaliknya keamanan menjadi
prasyarat hidupnya ekonomi. Apabila ekonomi rusak dan keluarga-keluarga dalam
masyarakat tidak mungkin memenuhi kebutuhanya, pelanggaran-pelanggaran hukum
amat sukar dicegah. Tetapi, kalau keadaan umum tidak aman kegiatan-kegiatan
ekonomi pasti terganggu, bahkan mungkin buat sementara terhenti. Keamanan umum
di Indonesia dalam satu tahun sesudah Soeharto mengundurkan diri sebagai
Presiden mengalami banyak gangguan, sedangkan ekonomi umum belum mampu bangkit
kembali dari pukulan berat oleh krisis moneter. Nilai rupiah terhadap dollar AS
dalam beberapa bulan sesudah pergantian tahun 1998 sampai 1999 relatif stabil
tetapi pada tingkat yang tinggi antara Rp. 7.000 dan Rp. 8.000 sehingga belum
dapat membantu ibi-ibu rumah tangga dari kelas rendah yang penghasilan kerjanya
dalam rupiah belum cukup untuk mengejar harga sembako yang tetap tinggi. Karena
keadaan ekonomi yang demikian, jumlah anak jalanan dan preman tidak berkurang,
tetapi malah bertambah. Para petani pangan juga banyak yang mengeluh karena
tingginya harga pupuk dan karena saingan harga beras dari luar negeri yang
dapat masuk ke Indonesia dengan bebas pajak atau dengan pajak yang rendah.
Dalam Bidang Politik
Suasana politik sesudah berhentinya Presiden Soeharto penuh dengan
kejadian-kejadian yang menimbulkan frustasi dikalangan Pemerintah, ABRI,
partai-partai politik dan masyarakat umum. Di antara kejadian-kejadian itu
dapat disebut beberapa yang membawakan disintegrasi politik berkepanjangan,
misalnya naiknya Habibie menjadi Presiden menggantikan Soeharto, pembentukan
Kabinet Reformasi Pembangunan, timbulnya partai-partai politik baru, tawaran
kepada rakyat Timor-Timur untuk mendapatkan otonomi luas atau kemerdekaan,
gerakan di Irian Jaya dan Aceh untuk mendirikan negara merdeka baru lepas dari
Republik Indonesia; Rencana Pemilu 1999 dan pencalonan Preseden. Disamping itu,
hampir setiap hari orang Jakarta dan kota besar lainnya dapat membaca di surat
kabar, majalah atau tabloid tentang politik pemerintahan Soeharto yang
merugikan negara dan rakyat karena bertentangan dengan sistem demokrasi. Yang
amat menykitkan hati masyarakat umum adalah kekayaan senilai berpuluh milyar
dollar Amerika yang menurut berita-berita pers dikumpulkan oleh Soeharto dan
oleh anak-anaknya di bawah lindunngan Soeharto sebagai kepala negara sampai
tidak akan habis dalam tujuh turunan. Padahal, rakyat dilanda krisis moneter
dan krisis ekonomi yang menaikkan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan
dari 25.000.000 menjadi 100.000.000 dalam waktu kurang dari satu tahun
1997-1998. seruan ”Usut Kekayaan Soeharto” dan ”Adili Soeharto” dimuat
berkali-kali di dalam media cetak dan didengar dalam demontrasi-demontrasi para
mahasiswa. Suara rakyat itu menggema di Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13
November 1998 sehingga diterbitkan suatu ketetapan MPR yang memerintahkan
kepada Presiden untuk mengusut tuduhan-tuduhan itu sampai tuntas. Namun, sampai
lebih dari setengah tahun kemudian tidak tampak gerakan y ang serius dari
pemerintah atau Jaksa Agung yang serius untuk memenuhi ketetapan itu.
Dalam Bidang Sosial
Sejak Soeharto menyatakan dirinya berhenti dari jabatan Presiden pada
tanggal 21 Mei 1998 sampai satu tahun kemudian keadaan sosial di indonesia
selalu diganggu oleh berbagai peristiwa yang meresahkan masyarakat banyak. Jumlah
kemiskinan yang setahun lalu mencuat samapi 100 juta belum menunjukkan gejala
menurun. Jumlah pengan ggur sebagai korban PHK tidak kurang dari tujuh juta,
dengan kebanyakan di antara mereka bermukim di kota-kota besar.
Banyaknya jumlah penduduk miskin dan korban PHK, banyak keluarga terpaksa
mengurangi makan sehari-hari atau memilih maknan yang berkualitas gizi rendah,
juga buat anak-anak di bawah umur sepuluh tahun yang sedang sangat membutuhkan
masukan gizi yang cukup sebagai landasan kesehatan badan mereka. Dikhawatirkan,
kalau kekurangan gizi berlangsung lebih lama generasi anak-anak dikemudian hari
akan menjadi generasi anak-anak yang lemah. Kekurangan gizi yang berkepanjangan
tidak hanya memiliki pengaruh negatif terhadap perkembangan tubuh anak, akan
tetapi juga intelegensi atau daya pikir mereka. Selain itu, gejala sosial yang
menarik perhatian adalah di bidang keamanan dan ketertiban umum. Tahun 1999,
kepolisian RI secara organisatoris dan operasional dipisahkan dari
angkatan-angkatan bersenjata. Istialah ABRI tidak lagi berlaku dan diganti
dengan TNI yang meliputi angkatan darat, laut dan udara. Di samping itu,
kepolisian RI berdiri sendiri meskipun secara administratif tetap di bawah
pimpinan Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Akibat krisis ekonomi yang tak kunjung berakhir, kekerasan sosial, krisis
politik yang berkepanjangan dan keraguan yang luas tentang kejujuran dan
keabsahan pemerintah telah memudarkan harapan akan reformasi. Pada bulan
Novenber 1999, Habibie digantikan oleh Abdurrahman Wahid yang terpilih menjadi
presiden ke-4. Gus Dur, seperti biasa menampilkan intelegensia, kekocakan,
keterbukaan, dan komitmen terhadap pluralisme serta kebencian terhadap
dogmatisme. Namun, sikap-sikap positif ini juga diiringi dengan kecenderungan
untuk bertindak seenaknya, kegigihan untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara
apapun, keterbatasan karena buta, masalah kesehatan secara umum, kurangya
pengalaman dalam masalah pemerintahan, dan kesulitan menemukan orang-orang yang
jujur dan kompeten untuk berada dalam pemerintahannya. Masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin
berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman
Wahid yang ditentang oleh MPR atau DPR. Pada tanggal 29 Januari 2001, ribuan
demonstran berkumpul di gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri
dengan tuduhan korupsi. Dibawah tekanan yang besar, akhirnya Gus Dur lalu
mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden yaitu Megawati
Soekarnoputri. Oleh karena itu, pada bulan Juli 2001 Gus Dur dipecat sebagai
presiden oleh MPR dan Megawati Soekarnoputri menjadi presiden Indonesia yang
ke-5. Akan tetapi, sementara itu masalah bangsa terus menghadang.
Pada periode Juli 2001 sampai pada pemilihan presiden tahun 2004, presiden
Indonesia adalah Megawati Soekarnoputri. Pemerintahannya harus menghadapi
tantangan-tantangan yang berat sekali, seperti dalam keadaan ekonomi dan
politik Indonesia yang nyata, siapa saja yang menjadi presiden pasti menghadapi
kesulitan yang besar. Diantara persoalan-persoalan yang belum diatasi dimasa
pemerintahan Megawati adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang lazim disebut
KKN. Ekonomi Indonesia mengalami kesulitan sejak 1997 dan pemerintahan Megawati
belum bisa memulihkannya seperti sebelum krisis itu. Namun demikian ada
kemajuan dalam beberapa hal. Meski tetap lambat, investasi sudah mulai
mengalir, baik dari luar maupun dari dalam negeri.
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Terdapat beberapa latar belakang masyarakat
ingin meruntuhkan rezim orde baru yaitu :
·
Krisis ekonomi
·
Krisis politik
·
Faktor sosial yang
terdiri dari meningkatnya angka kemiskinan, menurunnya murid sekolah, kelompok
rawan pangan, meledaknya jumlah pengangguran, mutu kesehatan yang menurun.
Karena faktor-faktor itulah yang menuntut dan menarik simpati mahasiswa dan
para masyarakat untuk melakukan gerakan yang Bermodalkan
kesadaran kritis, mahasiswa menyatakan keprihatinannya dan keberpihakan kepada
penderitaan rakyat. Mereka juga rela berkorban jiwa raga menumbangkan
kediktatoran demi Indonesia baru yang demokratis dan lebih baik. Begitu proses
transisi selesai, dengan tertib mahasiswa turun panggung. Pengemban sejati
amanah rakyat.
Tahun 1998 merupakan salah bagian terpenting dalam periodesasi gerakan
mahasiswa. Gerakan mahasiswa menjadi salah satu pelopor gerakan jalalan guna
menumbangkan rezim Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto. Agenda “total reform”,
merupakan jargon yang paling santer diperjuangan kalangan mahasiswa pada waktu
itu. Dengan berbagai tuntutan perubahan disegala bidang, banyak hal dikorbankan
mahasiswa, termasuk korban
nyawa, diantaranya meninggalnya
mahasiswa Trisakti yang mana, penyelesaian kasusnya tidak pernah terungkap ke
publik sampai hari ini
Namun akhirnya
presiden soeharto melepaskan kepemimpinannya dan digantikan oleh B.J Habiebie,
namun mahasiswa pun tidak setuju terhadap itu dan mereka lagi-lagi menduduki
gedung DPR selama beberapa hari, mahasiswa nya pun berasal dari banyak daerah
bukan hanya dari pulau jawa saja. Tetapi mereka berhasil dipukul mundur oleh
aparat keamanan.
3.2 Kritik dan Saran
Penulisan
makalah yang berjudul Mahasiswa
Sebagai Bumbu Tegaknya Reformasi ini masih jauh dari sempurna. Kami dari
kelompok 5 mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar pada penyusunan
makalah berikutnya dapat semakin baik. Semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
sumbernya mana?
BalasHapus