Pages

Rabu, 20 Maret 2013

Kondisi perekonomian Cirebon masa islam


Pembahasan
Kondisi perekonomian Cirebon masa islam

Daerah cirebon dalam kedudukannya sebagai pemacu berkembangnya islam di jawa barat serta hubungan cirebon dengan pusat kekuasaan lain disekitarnya bisa memberi gambaran ada beberapa kenyataan misalnya, Cirebon merupakan salah satu bandar tertua di timur, Jawa Barat pada kurun waktu tertentu berhasil mengembangkan perdagangan regional maupun internasional, kedudukan dan kharisma cirebon, terutama semasa sunan gunung jati sampai panembahan ratu sangat dihormati dan “dituakan” baik oleh Banten maupun Mataram, Cirebon telah berperan dalam menentukan barometer islamisasi di wilayah Jawa Barat.
Karena Cirebon identik dengan Bandar atau Kota Pelabuhan dulu peranan Cirebon sebagai tempat pemandian suci, namun lama kelamaan sesuai dengan berubahnya jaman Cirebon telah berganti menjadi pelabuhan yang berfungsi sebagai sumber pendapatan  ekonomi dan perdagangan serta berhubungan dengan dunia luar.dulu di keacamatan Cirebon utara terdapat sungai bondet yang lebar, sangat memadai sebagai tempat berlabuh kapal-kapal layar yang berukuran besar.
Pada tahun 1415 datang armada cina dipimpin Laksamana Te Ho dan Kun Wei Ping berlabuh di Muara Jati. Mereka transit untuk membeli perbekalan seperti air bersih maupun pangan. Perkembangan pelabuhan Cirebon berlanjut seperti perdagangan internasional, terutama yang berhubungan dengan Cina, mereka selalu membawa barang dagangan berupa kain sutera yang sangat tinggi nilai jualnya dan mereka melakukan selama berabad-abad. Selain sutera cina juga membawa rempah-rempah, buah-buahan, porselen, mesiu dan lain-lain.
Demikian pula dengan Cirebon karena letak geografisnya sangat strategis yaitu di daerah pesisir pantai utara pulau jawa termasuk ke dalam mata rantai perdagangan internasional masa itu. Cirebon sebagai kota pelabuhan identik sebagai pusat perekonomian dan perdagangan di wilayahnya dan berfungsi sebagai keluar masuknya  barang-barang kebutuhan ke pedalaman terpencil melalui jalur darat atau sungai, misalnya jasa angkutan dan transportasi. Erat hubungannya dengan pasar internasional dan domestik, yang membutuhkan jalur transportasi sehingga terbentuk pusat-pusat pengumpulan barang dagangan di tempat- tertentu untuk didistribusikan ke wilayah pedalaman yang sangat membutuhkan atau sebaliknya.
Wilayah pedalaman diandalkan sebagai penghasil bahan-bahan pertanian, apalagi daerah pedalaman Cirebon tanahnya subur karena terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi serta daerah pegunungan diantaranya gunung berapi. Hasil pertanian seperti sayur mayur, buah buahan, ternak, padi, tarum atau indigo sangat dibutuhkan oleh dunia internasional. Sebaliknya barang-barang dari luar yang menarik perhatian masyarakat pedesaan adalah logam besi, emas, perak, tekstil halus (sutera) dan barang pecah belah seperti keramik. Diperkirakan jalan darat yang menghubungkan Cirebon dengan pedalaman sudah ada sejak zaman Hindu Pajajaran dan Galuh maupun Kerajaan Islam Demak dan Cirebon. Dalam ekspedisi itu sampai ke Kuningan, Galuh, Palimanan, Ciamis dan Telagadengan berjalan kaki, berkuda atau mengendarai gajah. Van Inhoff (1746) menceritakan diantaranya ada dua jalan darat dari Banyumas menuju Tegal dan jalam menuju daerah Priangan yaitu Kawali (Ciamis) menuju Cirebon melalui Panjalu, Telaga (Kuningan), Sindang Kasih (Majalengka), Galuh (Plumohon lalu ke Cirebon).
Dalam transaksi perekonomian dan perdagangan Cina mempunyai peranan besar dalam jual beli barang dagangan baik yang dipergunakan oleh masyarakat pedesaan, dengan luar daerah maupun dengan daerah Internasional, biasanya memakai system barter atau tukar menukar barang kebutuhan atau dengan mempergunakan mata uang Cina sebagai alat tukar terutama di Jawa. Uang Cina tersebut didatangkan langsung dari Cina bahkan berlangsung terus sampai jaman VOC. Selain mata uang Cina sebagai alat bayar ada juga uang Portugis disebut Crusados, uang Malaka disebut Calais, uang local Jawa disebut tumdaya atau tail. Di antara mata uang tersebut tidak jelas uang mana yang dijadikan ukuran sebagai alat bayar. Seperti uang Cina yang ditengahnya berlubang diikat, setiap ikatan memuat 100 keping uang logam tersebut nilainya sama dengan lima Calais Malaka.
Sebelum kedatangan kebudayaan Hindu lalu lintas uang di Nusantara sudah ada berupa uang stempel. Walaupun nilainya dibawah nilai nominalnya. Masuk jaman Hindu bentuk uang berupa koin emas dan koin perak. Demikian pula pada awal Kerajaan Islam terutama di daerah pesisir pantai yaitu daerah jalur ekonomi dan perdagangan, dikenal berbagai jenis mata uang. di Cirebon berupa takaran kecil dari Timah disebut picis. Jelas arus lalu lintas perekonomian dan perdagangan di pelabuhan Cirebon begitu ramai, tapi sayang dalam sumber sejarah yang ada tidak menggambarkan kapan kondisi puncak masa kejayaan Cirebon itu. Namun dari gambaran tentang situasi perekonomian dan perdagangan masih dapat dilihat dari catatan harian yang dibuat Belanda. Disebutkan masa perdagangan Cirebon pada abad 17, justru pada masa itu Cirebon mulai mengalami kemunduran akibat percaturan politick antara Banten-Mataram dan Belanda, dengan demikian Cirebon tidak dapat lagi mempertahankan kemajuan-kemajuannya di bidang politik dan perekonomian. Dimana perdagangan melalui bendar Cirebon mengalami penyusutan, terutama sejak terjadinya serangan Mataram ke Batavia ada kecurigaan kompeni Belanda terhadap Cirebon dan Mataram. Disebutkan pula tanggal 30 April 1632 ada sekitar empat atau lima ribu orang di Mataram dan 1000 orang dari Cirebon dibawah pimpinan orang kaya Mattassary berangkat ke Batavia. Diceritakan pula 50 kapal dari Cirebon membawa muatan beras mendarat di sebelah timur Karawang. Tanggal 7-12 Mei 1632 datang perahu-perahu dan kapal Melaya dari Cirebon membawa gula, minyak dan lain-lain untuk keperluan Batavia.
Sementara perdagangan dari pelabuhan Cirebon terus berlangsung ke Batavia. Ternyata Cirebon masih melakukan perdagangan ke daerah-daerah lain seperti dengan Tiku di Sumatera Barat pada tanggal 28 Maret 1633 di Tiku ada 2 buah perahu dari Cirebon yang akan membawa 1000 atau 5000 pikul lada. Tanggal 16 April 1633 ada 2 buah jung kepunyaan raja Cirebon berlayar dari Selebar mengalami kerusakan karena menabrak karang. Tanggal 30 April 1633 ada kapal melewati Selat Sunda menuju Cirebon. Tanggal 19 Desember 1633 ada kapal-kapal dari Cirebon menuju Batavia membawa gula, asam dan beras. Tanggal 9 dan 26 Oktober 1634 ada kapal-kapal daricirebon membawa gula dan beras menuju Batavia. Tanggal  8 Oktober 1632 kedatangan 20 kapal jung di Batavia bermuatan minyak kelapa, gula hitam, beras, buncis putih dengan nahkoda shimkeij. Tanggal 26- 30 Oktober 1634 kapal-kapal dari Cirebon membawa muatan daging kijang, buah mangga dan pisang serta barang lainnya.



KONDISI PEREKONOMIAN
CIREBON DARI MASA ISLAM



METRA HULTIKULTUTRA           ( 06111004015 )
JAKA DEFRI ANDI                                     ( 06111004016 )
KURNIA WATI DEWI                     ( 06111004021 )
TRI OKTI HARYANA                     ( 06111004032 )
NURDIANA KARTIKA SARI        ( 06111004037 )




FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA



Daftar Pustaka

Bochari Sanggupri dkk.2001.Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon.Jakarta : CV Suko Rejo    Bersinar
Zuhdi Susanto.1996.Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar